Tuesday, April 15, 2014

DALIL NU YANG MEMPERBOLEHKAN TAWASSUL

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan dalil-dalil dari dua pandangan yang memperbolehkan dan mensyirikkan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur dan wawancara.  Dalam penelitian ini buku yang digunakan sebagai bahan rujukan adalah Syekh Abdul Wahab dan Ajarannya dan Kritik Atas Faham Wahabi yang keduanya merupakan karangan dari Syekh Ja’far Subhani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nadhatul ulama merupakan organisasi yang memperbolehkan tawassul dan Muhammadiyah merupakan organisasi yang mensyirikkan tawassul
Kata kunci : Tawassul, Nadhatul Ulama, Muhammadiyah

Latar belakang


Di dalam agama islam, kita mengenal yang namanya ‘doa’. Menurut bahasa doa berasal dari Bahasa Arab الدعاء yang merupakan bentuk masdar dari mufrad داعى yang memiliki bermacam-macam arti. Dalam kamus Bahasa Arab di bawah judul huruf د, ع, و disebutkan sebagai berikut:
1. داعى, يدعو, دعوة artinya menyeru, memanggil.
2. داعي, يدعو, دعاء artinya memanggil, mendoa, memohon, meminta.
3. Dalam bentuk jamak nya ادعية artinya doa, permohonan, permintaan.
4. دعاءله artinya mendoakan kebaikan kepadanya.
5. دعاءعليه artinya mendoakan keburukan atau kejahatan kepadanya.
6. داع artinya orang yang memanggil, orang yang menyeru, orang yang      memohon.
7. Dan الدعاء adalah bentuk masdarnya, yang pada umumnya diartikan sebagai suatu keinginan yang besar kepada Allah SWT dan pujian kepadaNya.

Salah satu bentuk doa yang kita kenal adalah tawassul. Tawasul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah.

salah satu landasannya adalah :
Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya(QS. 5:35)


Tetapi banyak pandangan mengenai tawassul itu sendiri. Ada yang menyebutkan bahwa tawasssul itu adalah perbuatan syirik, adapula yang memperbolehkan tawassul.

Desain Penelitian
Penulis menggunakan penelitian studi literatur dan wawancara. Penulis melakukan penelitian dengan mencermati dan mengambil teori-teori yang terdapat di beberapa buku dan mengambil kesimpulan dari jawaban pertanyaan narasumber. Penulis mengambil buku karangan Syaikh Ja’far Subhani sebagai rujukan utama, seperti kritik atas faham wahabi, dan narasumber seperti Ustad Alamsyah di pihak Nadhatul Ulama dan ustad Nawawi di pihak Wahabi.
Peneliti menggunakan teknik penelitian studi literatur dan mengambil beberapa buku seperti buku karangan syaikh ja’far subhani untuk diambil sebagian teorinya dan wawancara dengan narasumber dari Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah.
Peneliti menggunakan tabel yang berisi pendapat dari masing-masing organisasi dan mengambil kesimpulan dari tabel tersebut.

3.  Hasil penelitian dan Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yang pertama dengan cara mengambil teori-teori yang terdapat di buku maupun video yang berjudul “Dialog dan Tawassul”. Dan yang kedua adalah wawancara dengan Ustad Alamsyah dari pihak Nadhatul Ulama dan Ustad Nawawi dari pihak Muhammadiyah.
 Penelitian yang pertama dilakukan pada bulan Oktober, dengan buku yang berjudul “Kritik Atas Faham Wahabi” karangan Syekh Ja’far Subhani dan pada bulan November dilakukan lagi penelitian dengan pengarang yang sama tetapi judul yang berbeda, yaitu “Syekh Muhammad bin Abdul Wahab & ajarannya”. Isi kedua buku itu hampir memiliki persamaan. Di buku kritik atas faham wahabi halaman 73 tertulis bahwa  “baru pada abad kedelapan Hijriah ibn Taymiah mengingkarinya. Dua abad kemudian permasalahannya menjadi semakin serius ketika Muhammad bin Abdul Wahab menyebut tawassul sebagai perbuatan yang tidak syari’i dan mengenalkannya sebagai bid’ah serta kadang-kadang dianggap sebagai menyembah para Auliya.” (Subhani, syaikh Ja’far. 1989. Kritik Atas Faham Wahabi. Jakarta: Pustaka Hidayah). Hal ini menandakan bahwa tawassul baru dilarang pada abad ke-8 H, sedangkan abad-abad sebelumnya tidak ada tanda dilarangnya pembacaan tawasul. Di buku ini juga menuliskan
bahwasanya tawasul adalah kebiasaan kaum muslimin, tertulis di halaman 118 bahwa “Selama masa hidup dan juga pascawafat Rasulullah saw, kaum Muslimin ber-tabaruk kepada wali Allah, begitu juga kepada kedudukan dan martabat mereka”. (Subhani, syaikh Ja’far. 2007. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab & ajarannya. Citra).
Masih pada bulan yang sama, dilakukan penelitian dengan menggunakan video yang berjudul “Dialog dan Tawassul”. Di pihak wahabi terdapat al Ustadz Thaharoh  dan di pihak Nadhatul Ulama terdapat Ustad Buya Yahya. Di menit ke 0:07 al Ustadz Thaharah memberikan dalil melarang tawasul. Al Ustadz Thaharah berkata “sebab Nabi bersabda dalam hadits shahih  riwayat Imam Muslim, idza mata al-insanu in qata’a amaluhu illa bi tsalasatin shadaqatin jariyatin aw ilmin yuntafa’a bihi aw waladin shalihin yad’u lahu (apabila manusia itu mati maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakan. Ini tawassul yang disyariatkan”. Lalu, 9:32 sampai  10:10 al Ustadz Thaharoh memberikan pertanyaan apa dalil-dalil Nadhatul Ulama memperbolehkan tawassul. Dan di menit 10:16 al Ustadz Thaharoh memberikan dalilnya sebagai berikut, “Umar bertawassul kepada Abbas, paman Rasul, dikala terjadi kekeringan dan ingin supaya diturunkan hujan oleh Allah swt. Kalau saja kepada Rasul dibolehkan, maka pasti Umar ini tidak mungkin datang kepada Abbas, pasti kepada Rasul tawasul nya. Yang jauh lebih mulia, daripada Abbas itu sendiri.” Pada menit ke 39:56 juga Ustadz Thaharah mengaku bahwa tawassul kepada orang mati tidak diperbolehkan. Pada menit ke 44:53 Ustadz buya menjelaskan bahwa ada seorang sahabat Rasulullah minta matanya dibuka karena sakit dan Rasul bertanya kepadanya ingin sembuh apa ingin begitu saja, kalau ingin begitu saja itu lebih bagus, kalau mau sembuh aku doakan, dan sahabat itu minta agar di doakan, lalu Rasulullah menyuruh nya wudhu dan solat dua rakaat, lalu Rasul menyuruh nya lagi untuk berdoa “Allahumma inni asaluka (Ya Allah aku memohon kepadaMu) wa atawajhu ilayka (dan menghadap kepadaMu) binabiyyika (dengan Nabi-Mu) nabiyirrahmah (Nabi yang penuh rahmat).” Pada menit ke 46:19 Ustad Buya memberikan hadits tentang bertawassul dengan orang yang masih hidup, hadits itu dibawa dari Imam Bukhari dalam bab shalat ishtishqo, Sayyidina Umar bin Khattab ra. bersama Rau’an berdoa “Allahumma inna kunna natawassalu binabiyyika wastasqina ” Yang artinya adalah “Ya Allah kami bertawassul dengan Nabi-Mu dan Kau beri hujan, “Allahumma inna kunna natawassalu bi ammi nabiyyika wastasqina”, Ya Allah sesungguhnya
kami bertawassul dengan paman Nabi-Mu maka siramilah”. Pada menit 47:33 Ustad Buya memberikan dalil tentang bertawassul dengan orang yang sudah meninggal, ia berkata pada zaman Umar bin Khattab ra. ada tambahan hadits dan hadits ini di tashih oleh banyak muhadits seperti diantaranya adalah Al-Baihaqi, Al-Mundziri, dan Al-Haitsami. Pada waktu itu ada seorang yang sedang berselisih datang kepada sayyidina Utsman bin Affan untuk memberitahukan hajatnya, tetapi Utsman bin Affan memalingkan muka dan mengacuhkan hajatnya. Lalu setelah itu bertemu dengan sayyidina Utsman bin Khunaid dan mengadu tentang perlakuan Utsman bin Affan kepadanya, lalu sayyidina Utsman bin Khunaid menyuruhnya untuk berwuduhu, kemudian datanglah ke masjid, lalu shalat lah disitu dan berdoa tawasul yang tadi. Dan pada kejadian ini Nabi Muhammad telah meninggal.
Penelitian dengan metode wawancara dilakukan pada bulan November. Adapun pertanyaan yang saya ajukan kepada setiap narasumber adalah sebagai berikut :
Menurut anda apa itu tawassul dari sisi bahasa dan istilah syari’iy (hukum islam) ?
Mengapa sebahagian kaum Muslim melakukan tawassul?
Kepada siapa mereka bertawassul?
Saya telah mendengar pendapat sebagian orang bahwa tawassul itu diperbolehkan dan sebagian lagi mengatakan tidak diperbolehkan, menurut anda apa sesungguhnya yang melatarbelakangi hukum dalam permasalahan ini?
Apa alasan para Ulama yang memperbolehkan bertawassul, Apakah hal ini dibenarkan dalam agama kita?
Bagaimana pendapat anda ketika ada sebahagian kaum muslimin melarang orang yang membaca tawassul?
Apakah ada ayat Al-Quran dan Hadits yang memperbolehkan/melarang tawassul?
Apakah Nabi Muhammad saww pernah melakukan tawassul?
Apakah pasca Rasulullah wafat para sahabat melakukan tawassul?
Sejak kapan tradisi tawassul ada dan berkembang? Siapa yang mengembangkan tradisi tawassul ini?

Pembahasan

NO Organisasi Pendapat
1 Nadhatul Ulama Menyetujui adanya tawasul. Dengan dalil bahwa :
Ada seseorang sahabat Rasul yang berdoa dengan mengucapkan “Allahumma inni asaluka (Ya Allah aku memohon kepadaMu) wa atawajhu ilayka (dan menghadap kepadaMu) binabiyyika (dengan Nabi-Mu) nabiyirrahmah (Nabi yang penuh rahmat)”. kata “Allahumma” menandakan ia meminta kepada Allah swt dan kata “binabiyyika” menandakan ia memohon kepada Allah melalui perantara Nabi-Nya

Dalam hadits yang dibawa oleh Imam Bukhari dalam bab shalat ishtishqo, sayyidina Umar bin Khattab ra. bersama Rau’an berdoa Allahumma inna kunna natawassalu binabiyyika wastasqina ” Yang artinya adalah “Ya Allah kami bertawassul dengan Nabi-Mu dan Kau beri hujan, “Allahumma inna kunna natawassalu bi ammi nabiyyika wastasqina”, yang artinya adalah “Ya Allah sesungguhnya kami bertawassul dengan paman Nabi-Mu maka siramilah”. Pada kejadian ini paman Nabi masih dalam keadaan hidup sedangkan Nabi sudah meninggal. Hal ini menunjukkan bertawassul dengan orang yang masih hidup diperbolehkan.

Pada zaman Umar bin Khattab ra. ada tambahan hadits dan hadits ini di tashih oleh banyak muhadits seperti diantaranya adalah dan Al-Baihaqi, Al-Mundziri, dan Al-Haitsami. Ketika itu ada seseorang yang hajatnya tidak segera dipenuhi oleh sayyidina Utsman bin Affan ra. , kemudian orang itu bertemu dengan sayyidina Utsman bin Khunaid dan menyuruhnya shalat, lalu berdoa “Allahumma inni asaluka wa atawajhu ilayka binabiyyika nabiyirrahmah”. Pada kejadian ini dia bertawassul langsung kepada Rasulullah sedangkan beliau sudah meninggal

Muhammdiyah Tidak menyetujui adanya tawassul. Dengan dalil bahwa :
 Nabi bersabda dalam    hadits shahih  riwayat  Imam Muslim, idza mata al-insanu in qata’a amaluhu illa bi tsalasatin shadaqatin jariyatin aw ilmin yuntafa’a bihi aw waladin shalihin yad’u lahu (apabila manusia itu mati maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakan). Dalil ini menandakan bahwa orang yang sudah meninggal tidak ada urusan lagi dengan dunia, sehingga tidak bisa dijadikan perantara kepada Allah swt.

Umar bertawassul kepada Abbas, paman Rasul, dikala terjadi kekeringan dan ingin supaya diturunkan hujan oleh Allah swt. Dalil ini menunjukkan bahwa kalau bertawassul dengan Rasulullah itu diperbolehkan, seharusnya Umar bertawassul dengan Rasulullah yang kemuliannya jauh lebih tinggi dibanding Abbas paman Rasulullah.
Tabel perbandingan buku
Sedangkan dari hasil penelitian wawancara diatas, didapatkan kesimpulan seperti tabel dibawah ini
No
1 Menurut anda apa itu tawassul dari sisi bahasa dan istilah syari’iy (hukum islam) ? Menurut bahasa tawassul itu perantara. Menurut syari’i tawassul itu adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah swt. Menurut bahasa tawassul itu sambung menyambung. Menurut syari’i  tawassul itu berarti perantara menuju Allah swt.
2 Mengapa sebahagian kaum Muslim melakukan tawassul Karena manusia butuh tawassul dalam hidupnya. Masih dalam perdebatan apakah Nabi melakukan tawassul atau tidak.
3 Kepada siapa mereka bertawassul? Kepada Nabi atau kepada orang yang yang dianggap dekat dengan Allah swt. Umumnya bertawassul dengan Wali atau orang yang dianggap dekat dengan Allah swt.
4 Saya telah mendengar pendapat sebagian orang bahwa tawassul itu diperbolehkan dan sebagian lagi mengatakan tidak diperbolehkan, menurut anda apa sesungguhnya yang melatarbelakangi hukum dalam permasalahan ini? Ayat yang bisa dijadikan hujjah dilarang nya tawassul adalah , “ubnuni astajiba’un (berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku ijabah doamu)”. Bagi umat nahdiyin, tawassul diperlukan karena sudah dilakukan pada jaman Rasulullah dan sahabat. Masih dalam perdebatan apakah Nabi melakukan tawassul atau tidak. Kalau tidak, berarti itu bid’ah. Kalau iya, berarti diperbolehkan.
5 Apa alasan para Ulama yang memperbolehkan bertawassul, Apakah hal ini dibenarkan dalam agama kita? Dibenarkan. Karena ada beberapa riwayat atau hadits. Contohnya ketika kita tidak mengucapkan shalawat dalam doa, maka doa itu tidak sampai kepada Nabi Muhamad. Narasumber tidak ingin mengatakan dibenarkan atau tidak karena tidak berdoa dengan menggunakan tawassul.
6 Bagaimana pendapat anda ketika ada sebahagian kaum muslimin melarang orang yang membaca tawassul? Narasumber berpendat bahwa hal itu sah-sah saja, karena masing-masing punya pendapat sendiri. Narasumber berpendapat, salah satu alasan mengapa sebagian muslimin melarang tawassul adalah karena tawassul adalah perbuatan bid’ah atau sia-sia.
7 Apakah ada ayat Al-Quran dan Hadits yang memperbolehkan/melarang tawassul?
Ada surat dalam Al-Quran yang mengatakan Nabi Sulaiman as bertawassul melalui makhluk Allah swt yaitu jin dan malaikat. Lalu ada hadits tentang ashabul ghar  yang terjebak dalam goa dan akhirnya dapat keluar setelah bertawassul dengan amal mereka sendiri. Belum ditemukan ayat Al-Quran tentang memperbolehkan tawassul. Sedangkan yang melarang contohnya di surat Al-Baqarah ayat 186, yang berbunyi “wa idza sa’alaka ‘ibadi ‘anni fainni qaribun ujibu da’watadda’i iza da’ani falyastajibu li walyu’minu bi la’allahum yarsyudun”
8 Apakah Nabi Muhammad saww pernah melakukan tawassul?
Nabi Muhammad melakukan tawassul melalui Nabi-Nabi sebelumnya maupun kepada amalannya sendiri. Narasumber belum mengetahui
9 Apakah pasca Rasulullah wafat para sahabat melakukan tawassul?
Sahabat melakukan tawassul kepada Nabi atau orang yang dekat dengan Allah swt. Narasumber belum mengetahui
10 Sejak kapan tradisi tawassul ada dan berkembang? Siapa yang mengembangkan tradisi tawassul ini? Sudah ada sejak jaman Nabi Adam as dulu. Tawassul ini berkembang dengan sendirinya. Di masa Nabi dan sahabat tidak ada tawassul.

Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua pendapat tentang tawassul, ada yang memperbolehkan dan ada yang tidak memperbolehkan. Nadhatul Ulama sebagai wakil dari pihak yang memperbolehkan tawassul dan Wahabi sebagai wakil dari pihak yang menentang tawassul.


Saran
Untuk penelitian selanjutnya agar lebih baik dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Mencari narasumber yang lebih mumpuni
Mencari lebih banyak referensi dalil-dalil
Meneliti buku-buku berkenaan dengan tawassul lebih dalam lagi.

Daftar Pustaka

Al jawi, Ngabdurrohman & Manan, A. Gani. 1989. Tradisi Amaliah NU dan dalil-dalilnya. Jakarta: Lembaga Ta’mir Masjid Pengurus Besar NU

Subhani, syaikh Ja’far. 1989. Kritik Atas Faham Wahabi. Jakarta: Pustaka Hidayah

Subhani, syaikh Ja’far. 2007. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab & ajarannya. Citra

(http://ridwan202.wordpress.com/2007/11/22/doa/#more-26) diakses pada tanggal 5 Oktober 20.56 WIB

(http://fk3stain.blogdetik.com/index.php/tag/pengertian-tawassul/) diakses pada tanggal 5 Oktober 2012 pukul 21.55 WIB

(http://mhfathurrahim.wordpress.com/2010/02/15/pengertian-tawassul-dan-istighotsah/)diakses pada tanggal 5 Oktober 22.09 WIB

(http://www.anneahira.com/nu
.html) diakses pada tanggal 5 Oktober pukul 23.43 WIB

(http://www.muhammadiyah.or.id/content-50-det-eksistensi-gerakan--muhammadiyah.html) diakses pada tanggal 5 Oktober 23.00

(http://sejarawanmuda.wordpress.com/2012/03/31/biografi-ahmad-dahlan- 2/) diakses pada tanggal 6 oktober 19.18

http://gunawank.wordpress.com/2011/02/01/in-memoriam-85-tahun-nahdlatul-ulama/) diakses pada tanggal 20 Oktober pukul 12.09 WIB

(http://alif-belajar.blogspot.com/2012/09/duh-memalukan-sebutan-wahabi-menyalahi.html) diakses pada tanggal 20 Oktober pukul 13.45 WIB

(http://alif-belajar.blogspot.com/2012/09/pelecehan-asma-allah-al-wahhab-dalam.html) diakses pada tanggal 20 Oktober pukul 14:50 WIB

2 comments:

  1. Sayang penulis tidak banyak membaca karya ulama-ulama ahlu sunah timur tengah padahal masalah itu telah dibahas secara panjang lebar dan gamblang, mana fawasul yang dilarang dan mana tawasul yang diperbolehkan. Dan orang mazih saja salah dengan penyebutan faham ahlu sunah wal jama'ah dengan wahabi, merekapun tidak suka dengan sebutan itu. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hanyalah salah satu ulama dari skian banyak ulama, sehingga tidak benar pemahaman agama kita di nisbatkan kepada salah satu dari mereka, dan penisbatan yang paling benar adalah kepada pemahaman Rosululloh saw dan para sahabatnya saja, dan merekalah ahlu sunah wal jama'ah, dan kelompok yang bukan ahku sunah wal jama'ah pastilah terdapat penisbatan pemahamannya kepada selain Rosululloh saw dan para sahabatnya sehingga pemahaman agamanya tidak murni lagi. Demikian smoga Alloh memberi hidayah kepada kita semua.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete